Dwi Martono sebagai saksi ahli yang dihadirkan oleh tim kuasa hukum dari pasangan Prabowo
Subianto dan Hatta Rajasa menyayangkan ketidakmampuan Komisi Pemilihan Umum
(KPU) dalam membendung kesimpangsiuran kabar yang beredar usai pencoblosan
Pemilu Presiden 2014 di bulan July 2014 lalu. Dwi pun menengarai jika KPU ikut
terpengaruh dari hasil survei dalam mengambil keputusan berhubungan dengan pemenang pilpres tersebut.
Dwi
Martono menilai, Pemilu Presiden 2014 ini didukung oleh survei ilmiah, yang
digunakan untuk menggiring opini tentang pemenang pemilu. Ya, hal tersebut
diungkapkan oleh Dwi dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang
berlangsung di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, pada hari Jumat 15 Agustus 2014
kemarin. Pada awal penyampaian pendapatnya itu, Dwi pun mengenalkan diri kepada
Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi tentang kapasitasnya sebagai saksi ahli oleh
tim kuasa hukum Prabowo-Hatta.
Dwi
Martono menyebutkan dirinya sebagai mantan anggota KPU yang berasal dari Kota
Batu, Provinsi Jawa Timur untuk
periode 2003-2009 lalu. Pada saat menjalani tugasnya di KPU Kota Batu, Dwi pun mengaku
selalu fokus untuk mengkaji permasalahan pemilu dan intens di bidang sistem teknologi pemilu. Ia pun mengaku sudah mencoba
untuk membuktikan adanya scientific criminal.
Dwi
Martono menjelaskan, pada tanggal 9 hingga 22 Juli 2014 lalu, sudah beredar
banyak informasi terkait dengan hasil pilpres yang sudah membingungkan seluruh masyarakat.
Dwi pun menyebutkan jika mayoritas informasi itu berasal dari lembaga survei
yang saling klaim memiliki hasil analisis paling
akurat. Ia pun berpendapat seolah-olah hasil KPU itu merupakan dikte dari lembaga
survei atau sebenarnya memang begitu sehingga pemilu jadi terkesan berat
sebelah.
Dwi
Martono pun menyampaikan, jika KPU tidak mampu menyelenggarakan pemilu dengan
adil dan jujur. Setidaknya ada 4 alasan yang mendorong Dwi menyampaikan hal
itu, yaitu kegagalan KPU memberikan informasi mengenai pemilu secara utuh,
ketidakmampuan KPU menjaga otoritas dalam mengelola tahapan pemilu,
ketidakmampuan KPU menempatkan diri dalam pelanggaran pemilu, dan mencederai
hak politik yang dimiliki oleh setiap warga negara.
Post a Comment